Pasar kripto mengalami sedikit penguatan dari kemarin 7 April yang longsor hingga mencapai Rp. 1.260.000.000 dalam 1 Bitcoin (BTC) kini peningkatannya menyentuh Rp. 1.360.000.000 ketika artikel diupdate. Dan seperti biasanya harga coin lain ikut merangkak seperti Ethereum, Solana, XRP, BNB dan coin-coin lain. Beberapa analis memperkirakan Bitcoin akan menuju kestabilan.
BeInCrypto yang mengutip Geof Kendrick dari Standart Chartered mengungkapkan bahwa Bitcoin masih berkinerja relatif baik. Untuk diketahui bahwa dalam beberapa waktu terakhir memang coin-coin kripto mengalami penurunan. Hal ini disebabkan banyak faktor seperti ketidakpastian ekonomi dunia cenderung menekan harga
kripto dan semenjak pemngumuman tarif impor Presiden AS Donald Trump harga kripto
terus menunjukkan pelemahannya cukup signifikan.
Banyak factor yang menjadikan kripto turun serempak, mulai
dari tekanan makroekonomi global hingga sentimen pasar menjadi pemicunya.
Berikut adalah analisis mengenai penyebab pelemahan harga kripto saat ini.
1. Ketidakpastian Kebijakan Moneter
The Fed & Kenaikan Suku Bunga
Bank Sentral AS (The Fed) terus mempertahankan sikap
hawkish dengan menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi. Kenaikan imbal
hasil obligasi AS membuat investor beralih ke instrumen yang lebih stabil,
seperti saham blue-chip dan surat utang pemerintah, sehingga mengurangi minat
terhadap aset berisiko tinggi seperti kripto.
Selain itu, kekhawatiran resesi global juga mendorong
pelaku pasar melakukan risk-off, menarik dana dari pasar kripto untuk
menghindari volatilitas yang tinggi.
2. Penjualan Besar-besaran oleh Whale
& Miner
Data on-chain menunjukkan bahwa whale (pemilik dompet
besar) dan penambang Bitcoin mulai melepas kepemilikan mereka dalam volume
besar. Beberapa alasan yang mungkin melatarbelakanginya:
Profit-taking: Harga Bitcoin sempat mendekati $70.000
awal Juni, memicu aksi ambil untung.
Liquidasi posisi leverage: Banyak trader menggunakan
leverage tinggi, dan ketika harga turun, terjadi liquidasi beruntun (long
squeeze) yang memperburuk penurunan.
3. Masalah Regulasi yang Belum Jelas
Ketidakpastian regulasi di beberapa negara, termasuk AS
dan China, menambah tekanan pada pasar:
- SEC AS vs. Binance & Coinbase: Badan pengawas
pasar modal AS (SEC) menggugat dua bursa kripto terbesar dunia dengan tuduhan
pelanggaran sekuritas. Hal ini memicu kekhawatiran akan pembatasan lebih ketat
di masa depan.
- China memperketat larangan kripto: Pemerintah China
kembali menegaskan pelarangan perdagangan kripto, mengurangi likuiditas dari
investor retail Asia.
4. Penurunan Minat Investor Retail
Google Trends menunjukkan penurunan pencarian kata
kunci seperti "Bitcoin" dan "beli crypto", menandakan
melemahnya minat investor retail. Selain itu, volume perdagangan di bursa
terpusat (CEX) seperti Binance dan Coinbase juga menurun, menunjukkan
berkurangnya partisipasi pasar.
5. Krisis Likuiditas di Proyek DeFi
& Stablecoin
Beberapa proyek DeFi mengalami kesulitan likuiditas,
sementara stablecoin seperti USDT (Tether) dan USDC menghadapi tekanan
penarikan besar-besaran. Hal ini mengurangi kepercayaan terhadap ekosistem
kripto secara keseluruhan.
Apa yang Bisa Terjadi Selanjutnya?
- Jika The Fed mulai melunakkan kebijakan moneter,
kripto mungkin akan rebound.
- Pemulihan akan bergantung pada apakah investor
institusi (seperti BlackRock dan Fidelity) tetap melanjutkan rencana ETF
Bitcoin.
- Perbaikan sentimen pasar dan adopsi regulasi yang
lebih jelas dapat menjadi katalis positif.
Jadi penurunan kripto saat ini dipengaruhi oleh faktor makroekonomi, tekanan regulator, dan sentimen negatif pasar. Meski demikian, volatilitas adalah hal biasa dalam dunia kripto, dan pemulihan bisa terjadi jika kondisi eksternal membaik. Investor disarankan untuk selalu melakukan DYOR (Do Your Own Research) dan mengelola risiko dengan baik.
Faktor-Faktor yang Menentukan Naik
atau Turunnya Harga Crypto
Harga cryptocurrency (coin/token) dipengaruhi oleh
berbagai faktor, mulai dari permintaan pasar hingga kebijakan regulasi. Berikut
adalah penjelasan mendasar tentang apa yang menggerakkan naik-turunnya harga
crypto:
1. Supply and Demand (Penawaran &
Permintaan)
Seperti aset lainnya, harga crypto sangat tergantung
pada hukum permintaan dan penawaran:
- Supply (Pasokan): Beberapa crypto memiliki pasokan
terbatas (contoh: Bitcoin maksimal 21 juta koin), sehingga kelangkaan bisa
mendorong kenaikan harga.
- Demand (Permintaan): Jika banyak orang ingin membeli
(demand tinggi), harga naik. Sebaliknya, jika lebih banyak yang menjual
daripada membeli, harga turun.
Contoh:
- Bitcoin Halving (pemotongan imbalan miner) mengurangi
pasokan baru, sehingga dalam jangka panjang bisa mendorong kenaikan harga.
- Token Burning (pembakaran token) oleh proyek seperti
BNB atau Shiba Inu mengurangi supply, berpotensi meningkatkan harga.
2. Sentimen Pasar (Market Sentiment)
Psikologi trader dan investor sangat memengaruhi harga
crypto:
- Fear & Greed Index: Ketika pasar terlalu
"serakah" (greed), harga bisa overbought dan berpotensi koreksi.
Ketika "takut" (fear), harga bisa terjun bebas.
- Berita Media & Sosial: Kabar positif (misalnya
adopsi institusional) bisa mendongkrak harga, sementara berita negatif (seperti
larangan pemerintah) bisa memicu penjualan massal.
3. Faktor Makroekonomi Global
Crypto semakin terhubung dengan pasar keuangan
tradisional:
- Suku Bunga The Fed: Kenaikan suku bunga AS umumnya
menekan harga crypto karena investor beralih ke aset lebih aman (obligasi,
emas).
- Inflasi & Resesi: Jika ekonomi tidak stabil,
investor mungkin mengurangi eksposur ke aset berisiko tinggi seperti
crypto.
- Kekuatan Dolar AS (DXY): Crypto (terutama Bitcoin)
sering berbanding terbalik dengan Dolar. Jika DXY menguat, BTC cenderung
melemah.
4. Regulasi & Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah dapat memengaruhi harga secara
drastis:
- Larangan Trading (contoh: China 2021) → Harga crypto
anjlok.
- Regulasi Pro-Crypto (contoh: ETF disetujui) → Harga
bisa melonjak.
- Pajak & KYC Ketat → Beberapa investor mungkin
menghindari crypto karena biaya tambahan.
5. Perkembangan Teknologi & Adopsi
- Upgrade Jaringan (contoh: Ethereum beralih ke
Proof-of-Stake) bisa meningkatkan kepercayaan dan harga.
- Adopsi oleh Perusahaan Besar (contoh: Tesla menerima
Bitcoin, PayPal integrasi crypto) mendorong permintaan.
- Hacking atau Bug di Smart Contract bisa merusak
kepercayaan dan menekan harga.
6. Aktivitas Whale & Investor
Institusi
- Whale (pemilik dompet besar) bisa memanipulasi pasar
dengan aksi beli/jual besar-besaran.
- Institusi seperti Grayscale, BlackRock, atau
MicroStrategy jika membeli Bitcoin dalam jumlah besar, bisa mendorong kenaikan
harga.
7. Leverage & Liquidasi di Pasar
Derivatif
Banyak trader crypto menggunakan margin trading
(leverage), sehingga:
- Jika harga turun tajam, terjadi liquidasi paksa (mass
liquidation) yang memperburuk penurunan.
- Short squeeze (ketika short position dipaksa tutup)
bisa memicu rally dadakan.
8. Kompetisi Antar Blockchain
- Jika blockchain baru menawarkan teknologi lebih
efisien (contoh: Solana vs. Ethereum), harga token pesaing bisa terdampak.
- "Death" of a Coin: Proyek crypto yang
ditinggalkan developer atau tidak lagi digunakan bisa turun hingga $0.
Jadi harga crypto ditentukan oleh kombinasi faktor fundamental, teknis, dan psikologis. Tidak ada satu pun faktor yang bekerja sendiri—kondisi pasar selalu dinamis.
Mengapa Bitcoin Memengaruhi
Naik-Turunnya Harga Crypto Lain?
Bitcoin (BTC) tidak hanya sebagai aset kripto pertama, tetapi juga menjadi patokan utama (benchmark) bagi seluruh pasar crypto. Berikut penjelasan mengapa pergerakan Bitcoin sering menentukan arah altcoin (kripto lain):
1. Bitcoin adalah "Pasar
Induk" (Mother Market) Crypto
- Dominasi Pasar (Market Cap Dominance): Bitcoin masih
memegang ~50% dari total kapitalisasi pasar crypto. Ketika BTC bergerak,
seluruh pasar cenderung mengikuti.
- Likuiditas Tertinggi: BTC adalah aset kripto paling
likuid, jadi ketika investor keluar/masuk pasar, mereka biasanya melakukan
transaksi via Bitcoin terlebih dahulu.
Contoh:
- Jika BTC turun 10%, altcoin seperti ETH, SOL, atau
meme coin bisa jatuh 15-30% karena trader menjual aset lebih berisiko terlebih
dahulu.
- Jika BTC stabil atau naik, altcoin sering kali
mendapat "efek tumpahan" (spillover effect) dan ikut menguat.
2. Bitcoin sebagai Safe Haven di Pasar
Crypto
- Saat ketidakpastian tinggi (misalnya saat berita
regulasi buruk), investor cenderung "lari" ke Bitcoin karena dianggap
lebih stabil daripada altcoin.
- Altcoin (terutama proyek kecil) lebih rentan dijual
secara massal (panic selling) ketika BTC turun.
3. Trading Pasangan BTC/Altcoin (BTC
Dominance Effect)
- Sebagian besar altcoin hanya bisa dibeli dengan BTC
atau ETH di bursa kripto (contoh: pasangan SOL/BTC atau ADA/BTC).
- Jika BTC naik tajam, nilai altcoin dalam BTC (trading
pair) bisa turun, memicu aksi jual altcoin untuk mengambil profit ke BTC.
- Jika BTC turun, banyak trader beralih dari BTC ke
altcoin untuk mencari potensi gain lebih tinggi ("altcoin
season").
4. Psikologi Pasar: Bitcoin sebagai
Leading Indicator
- Trader & Bot Algorithmik menggunakan pergerakan
BTC sebagai sinyal untuk altcoin.
- Ketika BTC bullish, sentimen positif menyebar ke
seluruh pasar. Sebaliknya, jika BTC crash, FUD (Fear, Uncertainty, Doubt)
meluas.
Contoh Nyata:
- Bullrun 2021: Saat BTC tembus ATH (All-Time High),
altcoin seperti Dogecoin (DOGE) dan Shiba Inu (SHIB) meroket ratusan
persen.
- Bear Market 2022: Ketika BTC anjlok dari $69K ke
$16K, hampir semua altcoin kehilangan 80-95% nilainya.
5. Bitcoin Memengaruhi Aliran Modal
Institusional
- Lembaga keuangan (seperti BlackRock, Fidelity)
umumnya berinvestasi di BTC terlebih dahulu sebelum altcoin.
- Jika institusi menarik dana dari BTC, mereka
cenderung juga mengurangi eksposur ke crypto secara keseluruhan → altcoin ikut
tertekan.
6. Korelasi Tinggi Antara BTC dan
Altcoin
Data historis menunjukkan korelasi positif kuat antara
BTC dan altcoin:
- Korelasi BTC-ETH: ~80-90%
- Korelasi BTC-Altcoin kecil: ~60-70%
Artinya, jika BTC naik/turun, altcoin cenderung
bergerak searah (meski dengan volatilitas lebih tinggi).
Pengecualian: Ketika Altcoin Bergerak Independen
Ada saat-saat tertentu altcoin tidak mengikuti Bitcoin,
yaitu:
1. Altcoin Season: Ketika BTC stagnan, dana mengalir ke
altcoin untuk mencari keuntungan cepat.
2. Proyek dengan Kabar Fundamental Kuat: Misalnya,
upgrade jaringan Ethereum (ETH) atau peluncuran token baru yang viral (seperti
meme coin).
3. Pump-and-Dump Manipulatif: Beberapa altcoin bisa
naik secara artifisial karena pump oleh kelompok tertentu.
Jadi Bitcoin adalah penggerak utama pasar crypto karena
statusnya sebagai aset paling mapan, likuid, dan terdesentralisasi. Meski
altcoin bisa sesekali lepas dari pengaruh BTC, sebagian besar tetap bergantung
pada sentimen dan likuiditas yang ditentukan oleh Bitcoin.
Tips untuk Trader/Investor:
- Pantau Dominasi Bitcoin (BTC.D) di TradingView untuk
memprediksi aliran dana ke altcoin.
- Waspadai Beta Altcoin: Altcoin biasanya lebih
volatil—bisa naik lebih cepat saat bullish, tapi jatuh lebih dalam saat bearish.
- Jangan Abaikan Fundamental: Proyek altcoin
berkualitas (seperti ETH, SOL) bisa recovery lebih cepat setelah market
crash.
Dengan memahami hubungan BTC-altcoin, Anda bisa membuat
keputusan investasi yang lebih cerdas.
PERINGATAN
Artikel ini bertujuan memberikan informasi kepada pembaca weblog ini, bukan memberi pengaruh untuk membeli asset kripto yang memiliki resiko dan volatilitas tinggi. Untuk diketahui sebelum melakukan inves jual beli kripto lakukan riset dan pertimbangan matang dan menjadi tanggung jawab pembaca.
Tidak ada komentar: