Perlukah mendebat mereka yang mengalami gejala schizophrenia? Bukankah apa yang disampaikan terkadang tidak masuk akal. Ataukah sebaliknya kita membiarkannya sesuai dengan pikirannya yang tidak sesuai dengan pikiran kita?
Aku anak pungut! Aku berbeda dengan dia yang disebut kakakku! Pastilah aku ini keturunan orang berkulit gelap. Aku ini diambil di mana kok aku berbeda? Di lain waktu muncul pernyataan, kalau ada orang yang selalu membicarakanku dan menertawakan aku, menyepelekan aku. Mereka terbahak-bahak merendahkan aku. Begitulah ungkapan-ungkapan yang keluar.
Mendengar pertanyaan-pertanyaan dan pernyataan tersebut tentu kita dibuatnya bingung dan berusaha untuk mengeluarkan semua argumen untuk meyakinkannya. Argumen yang saya ajukan adalah, siapa yang mengatakan. Asumsinya dari mana? Di manakah orang-orang yang menertawakan itu berada? Meyakinkan bahwa kita tidak mendengar semua suara-suara yang dianggapnya merendahkan dirinya.
Bahkan untuk meyakinkannya mengenai status keluarga dalam hal ini anak, kita berusaha untuk mengeluarkan semua dokumen-dokumen penguat. Seperti keterangan dari rumah sakit, akta kelahiran dan foto-foto yang menunjukkan sebagai anak. Apa tanggapannya? Bingung dan cenderung tidak percaya.
BACA JUGA
Pernah di meja makan dia menyampaikan sebuah argumen yang menghentakkan kami semua sebagai penganut Kristen. Dia menyampaikan bahwa intinya Yesus Kristus itu adalah Iblis. Akhirnya kita berusaha untuk mendebatnya karena berangkat dari ketersinggungan. Tapi karena tidak ada argumen berupa alasan penguat dari pikirannya yang bisa disampaikan akhirnya ia menangis dan merasa dia terpinggirkan, tersisih.
Perilakunya semakin menjadi-jadi. Dia begitu benci dengan tanda salib. Dan bahkan buku yang memiliki simbol salib di covernya berusaha dimasukkan ke kamar mandi. Tapi sekali lagi, kami semua buta dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Seingat saya tsetiap kita mendebatnya, semakin dia kebingungan.
Kini keluarga yang mengalami itu semakin pulih dan semakin baik. Hanya ingat dengan semua usaha untuk mendebat orang yang sedang gelisah secara jiwa tidak akan sanggup menyadarkan dia. Kita cenderung lebih kepada kita ingin memuaskan diri bahwa argumen kitalah yang benar, dan pikirannya dia yang salah. Satu sisi mungkin benar, tapi apa gunanya kita ingin menjelaskan kebenaran kepada orang yang jiwanya sedang gelisah?
Hanya dengan membawa ke dokter jiwa atau psikiater untuk mendapat penanganan dengan obat yang bisa membuatnya bisa berpikir jernih, bukan mendebatnya.
Menghadapi Pengidap Schizophrenia Haruskah Mendebatnya?
Reviewed by Hati Kita
on
11.15
Rating:
Tidak ada komentar: