2. Terdaftar sebagai peserta aktif dalam BPJS Ketenagakerjaan sampai dengan 30 Juni 2021
3. Mempunyai gaji (upah) paling banyak sejumlah Rp3,5 juta per bulan. Dalam hal pekerja atau buruh bekerja di wilayah UMP atau UMK lebih besar dari 3,5 juta, maka persyaratan gaji menjadi paling banyak sebesar UMP atau UMK dengan pembulatan ratus rib uke atas, sesuai dengan uoah terakhir yang dilaporkan Pemberi Kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan tercatat di BPJS Ketenagakerjaan
4. Pekerja atau buruh penerima upah Bekerja di wilayah PPKM Level 3 dan 4 (28 Provinsi dan 167 Kab/Kota) sesuai Inmendagri 22/2021 dan 23/2021.
5. Diutamakan bekerja di sektor usaha: Industri Barang Konsumsi, Transportasi, Aneka Industri, Porperti & Real Estate dan perdagangan & Jasa (kecuali Jasa Pendidikan dan Kesehatan) sesuai dengan klarifikasi data sectoral di BPJS ketenagakerjaan
Tapi tentu saja itu merupakan berita yang menggembirakan bagi para penerima Bantuan Langsung ini. Memang ada skema-skema lain yang diberikan oleh pemerintah sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada masyarakat yang terkena dampak oleh COVID-19.
Sementara BLT kepada masyarakat miskin juga sedang disalurkan sebesar Rp. 900.000 yang dibagikan secara bertahap Rp. 300.000. Keluarga penerima BLT itu adalah keluarga yang sudah terdaftar sebagai penerima kartu sembako dan juga penerima dari Program Keluarga Harapan.
Tentu kita berharap bahwa update terhadap penerima BLT ini terus dilakukan supaya bantuan pemerintah tersebut tepat sasaran. Karena kita menghindari kasus-kasus di mana terjadi kelaparan dari beberapa masyarakat seperti yang pernah muncul ke permukaan.
Mengingatkan saja bahwa beberapa waktu lalu muncul berita di mana ditemukannya dua anak kakak beradik yang kelaparan di Muara Enim, Sumatera Selatan yang memang menjadi catatan dan menambah daftar panjang orang kelaparan karena Coronavirus. Menariknya adalah dua anak kelaparan itu diketemukan oleh aparat keamanan yang melakukan bakti sosial kepada masyarakat.
Sudah saatnya pemerintah bersungguh-sungguh untuk menjalankan pendataan yang tepat dan akurat dalam menentukan rakyat miskin di Indonesia. Dalam beberapa kasus tidak sedikit pemberian bantuan itu malah jatuh kepada orang-orang yang tidak berhak menerimanya, termasuk bantuan-bantuan dalam berbagai bentuk yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Karena sebagai mana kita bahwa beberapa bentuk bantuan pemerintah itu seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), dan kartu sembako. Bayangkan, kalau bantuan yang digelontorkan itu tidak tepat sasaran, maka jangankan berniat untuk membantu si miskin, hal ini malah semakin menyakitkan mereka yang kekurangan.
Di sinilah pemerintah bukan hanya duduk di kursi dan menunggu data-data yang masuk berapa dana yang sudah diturunkan dan tinggal melaporkan. Pemerintah dituntut serius untuk membuat pemetaan yang tepat dan jujur mengenai keberadaan orang yang kekurangan. Cerita mengenai hal ini tentu bukanlah isapan jempol di mana bantuan pemerintah tersebut tidak menyentuh rakyat yang seharusnya berhak menerimanya. Kalau Anda membuka link di google.com mengenai salah sasaran itu, sering terjadi mengenai luputnya orang-orang yang berhak menerima bantuan.
Seperti yang terjadi di Sampit, Kalimantan Tengah seperti yang diungkap oleh KICAUNEWS.COM yang menunjukkan bagaimana bantuan-bantuan tersebut tidak jatuh kepada mereka yang sungguh-sungguh membutuhkan. Makanya di sini dituntut keseriusan pemerintah, untuk memastikan, ingat memastikan kalau bantuan-bantuan itu sampai ke tangan yang tepat.
Sudah saatnya pemerintah benar-benar melakukan pengecekan secara langsung kepada masyarakat, atau membuka posko-posko di mana data-data itu bukan berdasarkan analisa RT dan analisa RW saja, tapi bisa dicek langsung ke penerima dan kepada rakyat tidak mampu. Sekali-kali saja, tidak perlu setiap hari. Karena kitapun tahu pekerjaan bapak-bapak yang di atas itu orang sibuk, tidak ada waktu untuk turun ke bawah, sibuk bekerja untuk rakyatnya. Tapi ya mbok jangan hanya mendengar kata-kata laporan kertas saja atau katanya ini, dan katanya itu.
Kalau tidak maka, jangan disalahkan kalau orang di desa ditanya, bagaimana keadaan sekarang? "Ah, sama saja." Atau jawaban, "Tidak ada bedanya." Juga, menjadi apatis dengan pemerintah.
Tidak ada komentar: