Sumber Foto: flickr.com
Berita mengenai akan kembalinya Warga Negara Indonesia (WNI) yang bergabung degan kelompok Islamic State in Iraq and Syiria (ISIS) mewarnai berita halaman banyak media akhir-akhir ini. Pasalnya rencana kepulangan tersebut menjadi perdebatan antara yang pro pemulangan dan yang menolak cukup keras kembalinya kombatan ISIS tersebut.
Dari pihak yang pro pemulangan memberi alasan bahwa bagaimanapu mereka adalah warga negara yang patut dilindungi. Atau juga dengan alasan Hak Azasi Manusia (HAM) mereka juga punya hak untuk dilindungi dan kembali ke Tanah Air karena pemerintah harus menegakkan hukum bagi mereka juga.
Sementara dari pihak yang menolak, ada ketakutan mereka akan berulah di Indonesia dan menyebar bibit teror. Karena menurut mereka, mengubah ideologi seseorang untuk bukanlah perkara gampang, karena bagaimanapun mereka jelas-jelas terpapar dalam keyakinan mereka. Ditambahkan, apalagi mereka (mungkin) sudah membuang paspor dan identitas WNI mereka dan sudah bertekat untuk bergabung dengan ISIS.
Awalnya pemerintah sendiri belum mempunyai ketetapan hati untuk memulangkan orang-orang ISIS eks WNI tersebut. Hal init bisa dilihat dari beberapa statmen pejabat pemerintah yang mengambang dan seakan-akan sulit ditebak, apakah dipulangkan atau diabiarkan. Belakangan muncul beberapa pemikiran, bagaimana dengan anak-anak dan perempuan yang lemah? Apakah kita tidak punya hati untuk menerima mereka?
Perbedaan itu juga tampak dari pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengatakan kepada para wartawan bahwa mengenai pemulangan orang-orang ISIS eks WNI secara pribadi dia tidak setuju, tapi Presiden seperti tidak bisa memutuskan sendiri mengenai hal tersebut.
Perdebatan mengenai pemulangan dan tidaknya itu berita terbaru ketika Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki rencana untuk memulangkan orang-orang ISIS eks WNI. Menurutnya bahwa pemerintah punya tanggung jawab keamanan 260 juta penduduk Indonesia yang menjadi utama. Tapi bagaimana dengan anak-anak mereka yang mungkin tidak tahu menahu mengenai aktifitas orang tua mereka? Atau taruhlah kita masih punya pertimbangan mengenai hak-hak mereka yang masih anak-anak? Inipun mungkin masih belum jelas dan kita mungkin masih akan mendengar apa ya tentang mereka?
Mengamati isu pemulangan orang-orang ISIS eks WNI antara yang setuju dan tidak setuju dan keputusan akhirnya ini ibaratnya seperti saya yang selalu mendengar bunyi tokek di belakang rumah yang sering saya hitung. Ketika dia berbunyi, sekali saya hitung dipulangkan, berbunyi lagi, tidak dipulangkan, dipulangkan, tidak dipulangkan.
Baca Juga: Presiden Joko Widodo Berbicara Intoleransi, Banyak yang Menganggap Terlambat
Berita mengenai akan kembalinya Warga Negara Indonesia (WNI) yang bergabung degan kelompok Islamic State in Iraq and Syiria (ISIS) mewarnai berita halaman banyak media akhir-akhir ini. Pasalnya rencana kepulangan tersebut menjadi perdebatan antara yang pro pemulangan dan yang menolak cukup keras kembalinya kombatan ISIS tersebut.
Dari pihak yang pro pemulangan memberi alasan bahwa bagaimanapu mereka adalah warga negara yang patut dilindungi. Atau juga dengan alasan Hak Azasi Manusia (HAM) mereka juga punya hak untuk dilindungi dan kembali ke Tanah Air karena pemerintah harus menegakkan hukum bagi mereka juga.
Sementara dari pihak yang menolak, ada ketakutan mereka akan berulah di Indonesia dan menyebar bibit teror. Karena menurut mereka, mengubah ideologi seseorang untuk bukanlah perkara gampang, karena bagaimanapun mereka jelas-jelas terpapar dalam keyakinan mereka. Ditambahkan, apalagi mereka (mungkin) sudah membuang paspor dan identitas WNI mereka dan sudah bertekat untuk bergabung dengan ISIS.
Awalnya pemerintah sendiri belum mempunyai ketetapan hati untuk memulangkan orang-orang ISIS eks WNI tersebut. Hal init bisa dilihat dari beberapa statmen pejabat pemerintah yang mengambang dan seakan-akan sulit ditebak, apakah dipulangkan atau diabiarkan. Belakangan muncul beberapa pemikiran, bagaimana dengan anak-anak dan perempuan yang lemah? Apakah kita tidak punya hati untuk menerima mereka?
Perbedaan itu juga tampak dari pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengatakan kepada para wartawan bahwa mengenai pemulangan orang-orang ISIS eks WNI secara pribadi dia tidak setuju, tapi Presiden seperti tidak bisa memutuskan sendiri mengenai hal tersebut.
Perdebatan mengenai pemulangan dan tidaknya itu berita terbaru ketika Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki rencana untuk memulangkan orang-orang ISIS eks WNI. Menurutnya bahwa pemerintah punya tanggung jawab keamanan 260 juta penduduk Indonesia yang menjadi utama. Tapi bagaimana dengan anak-anak mereka yang mungkin tidak tahu menahu mengenai aktifitas orang tua mereka? Atau taruhlah kita masih punya pertimbangan mengenai hak-hak mereka yang masih anak-anak? Inipun mungkin masih belum jelas dan kita mungkin masih akan mendengar apa ya tentang mereka?
Mengamati isu pemulangan orang-orang ISIS eks WNI antara yang setuju dan tidak setuju dan keputusan akhirnya ini ibaratnya seperti saya yang selalu mendengar bunyi tokek di belakang rumah yang sering saya hitung. Ketika dia berbunyi, sekali saya hitung dipulangkan, berbunyi lagi, tidak dipulangkan, dipulangkan, tidak dipulangkan.
Baca Juga: Presiden Joko Widodo Berbicara Intoleransi, Banyak yang Menganggap Terlambat
Isu Pemulangan orang-orang ISIS eks WNI Seperti Mendengar Tokek Belakang Rumah
Reviewed by Hati Kita
on
12.00
Rating:
Tidak ada komentar: